Selamat Datang | Sugeng Rawuh | Welcome | 어서 오세요 | ようこそ

Beranda

Jumat, 07 Juni 2013

Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi PNS, Blunder Politik Birokrasi


Pemerintah kini dihadapkan pada persoalan peliknya pengangkatan tenaga honorer menjadi pegawai negeri (PNS). Pada awal pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, sekitar 70 persen tenaga honorer diangkat menjadi CPNS, namun hingga batas waktu 2009, pengangkatan bertahap itu tidak tuntas. Kini masih ada ratusan ribu honorer yang sudah lama mengabdi di instansi pemerintah tidak bisa menjadi PNS karena faktor usia melebihi 46 tahun.
Awalnya, SBY ingin memberikan perhatian kepada ribuan pegawai honorer yang telah lama mengabdi, lewat Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 jo PP No. 43 Tahun 2007 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi CPNS. Menurut data Badan Kepegawaian Negara (BKN), dari jumlah 920.702 orang tenaga honorer, alokasi CPNS (2005-2009) mencapai 899.196 orang. Pada tahun 2012 dikeluarkan PP No. 56 Tahun 2012 tentang perubahan kedua atas PP No. 48 No. 2005 untuk memfasilitasi honorer yang masih tercecer, dan berdasarkan pendataan masih ada 152.310 orang yang belum CPNS. Mereka ini yang disebut tenaga honorer kategori I, yakni honorer yang dibiayai oleh APBN/APBD.
Pemerintah juga dipusingkan dengan kategori II, sekitar 628.465 honorer bukan dari APBN/APBD. Baru-baru ini muncul kategori III yang semuanya menuntut pengangkatan menjadi PNS. Kebijakan politik birokrasi ini menjadi blunder. Karena penambahan tanpa seleksi ini, jumlah PNS membengkak menjadi 4,7 juta dan membebani APBN hingga lebih dari 30 persen, bahkan di APBD kota/kabupaten bisa di atas 70 persen.
Kebijakan ini mengabaikan upaya peningkatan kualitas PNS. Selama 2003-2010 terjadi pertambahan jumlah PNS sebanyak 26 persen atau rata-rata pertumbuhannya mencapai 3,25 persen, melebihi angka pertumbuhan penduduk 1,49 persen. Selain dari sisi kuantitas, sejumlah kebijakan memperburuk kondisi anggaran; kenaikan reguler gaji PNS, remunerasi, dan tradisi gaji ke-13. APBN 2013 harus menyediakan Rp 241,121 triliun untuk belanja pegawai.
Menteri Keuangan sudah memberi warning, namun tenaga honorer menagih janji SBY. Mengapa pemerintah memanjakan PNS? Perekrutan itu kental muatan politik untuk pencitraan menjelang 2009. Birokrasi dijadikan mesin dan instrumen politisasi. Kondisi ini semakin memburuk ketika penguasa mengandalkan praktik patronase, koncoisme, hubungan kekerabatan dan kedekatan psikologis untuk menjalankan praktik pemerintahan sehari-hari.
 Di tengah makin rendahnya kepercayaan publik terhadap pemerintah, kepada elite politik, dan menurunnya popularitas partai penguasa, apakah pemerintah tetap akan menuntaskan pengangkatan semua kategori tenaga honorer menjadi PNS? SBY dihadapkan pada pilihan sulit. Pertanyaannya, apakah era pemerintahan reformasi ini — sebagaimana era sebelumnya — akhirnya juga akan mewariskan kekarutmarutan kondisi keuangan negara?

Diolah dari: Suara Merdeka dengan beberapa perbaikan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar